Sesuai dengan visi dan misi Presiden RI, yaitu Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. Profil Pelajar Pancasila menjadi salah satu upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mencetak generasi yang berkarakter Pancasila.
Pelajar Pancasila terdiri dari enam indikator, yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, gotong-royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.
Salah satu upaya melahirkan Profil Pelajar Pancasila di satuan pendidikan adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran berbasis Project Based Learning (PBL).
Disiplin pada Anak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menegaskan, sistem pembelajaran berbasis proyek atau Project Based Learning mesti digalakkan.
Hal ini agar kolaborasi antar pelajar terus terbangun melalui proyek pembelajaran tersebut.
“Makanya saya ingin pembelajaran semua Project Based Learning. Saya ingin di kuliah Project Based Learning, di sekolah Project Based Learning. Jadi buat pemicu kemandirian, kolaborasi, dan kreativitas,” kata Nadiem beberapa waktu lalu, seperti dirangkum dari laman Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbud.
Nadiem juga menyampaikan, kemampuan berkolaborasi di dunia pendidikan semakin dibutuhkan di era saat ini. Karenanya, kolaborasi dan membangun kreativitas menjadi esensi dari kebijakan Merdeka Belajar.
Bermain sambil belajar lewat Project Based Learning Pembelajaran Berbasis Project Based Learning atau PBL merupakan metode pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai media.
Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
Project based learning merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa untuk melakukan suatu investigasi yang mendalam terhadap suatu topik.
Siswa secara konstruktif melakukan pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata, dan relevan.
PBL sudah menjadi lumrah diimplementasikan di sekolah di era penuh persaingan karena perkembangan teknologi.
Dalam rangka sosialisasi pentingnya Project Based Learning, Direktorat Sekolah Dasar menggelar diskusi bersama perwakilan peserta didik sekolah dasar dari beberapa daerah di Indonesia.
Ahli Muda Direktorat Sekolah Dasar, Nur Fitriana mengatakan Project Based Learning ini untuk mengasah kemampuan siswa.
Bahwa melatih skill dan critical-thinking peserta didik untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila salah satunya dengan mengimplementasikan Project Based Learning dalam pembelajaran,” ujar Nur saat membuka acara Ngobrol Pintar Bareng #SahabatSD.
Jadi, lanjut dia, sahabat sekolah dasar yang ada di rumah di seluruh nusantara dan di manapun berada, akan memiliki indikator-indikator Profil Pelajar Pancasila yang bisa mewujudkan SDM unggul Indonesia Maju.
Program “Ngobrol Pintar Bareng #SahabatSD” dihadiri oleh beberapa siswa yang terpilih dari beberapa sekolah dasar di Indonesia.
Para siswa sekolah dasar ini membagikan pengalaman mereka yang sudah menjalani pembelajaran dengan berbasis Project Based Learning.
Ragam bentuk Project Based Learning
Jonathan Haryono, siswa kelas 6 SD Mawar Syarat Kristian membagikan pengalaman paling berkesan dan menarik sewaktu melaksanakan Project Based Learning yaitu membuat filter air.
“Praktek yang paling menarik saat membuat filter yang mencampurkan adonan tepung dengan air. Setelah itu kami harus memisahkan mereka secara murni, dan itu melewati beberapa proses pemfilteran dan membutuhkan waktu yang lumayan lama,” ujar siswa yang biasa dipanggil Jojo tersebut.
Jojo juga menjelaskan bahan-bahan yang digunakan seperti kertas filter yang harus dibentuk menjadi kerucut, serta saringan yang terbuat dari botol untuk memisahkan tepung dengan air.
“Project ini salah satu mata pelajaran sains. Di mana kita bisa mempelajari dalam satu hal dari praktek ini, yaitu setiap hal ada plus minusnya ada hal yang baik dan hal yang tidak baik. Nah kita harus memilah mana yang baik dan mana yang tidak baik. Dan kita bisa melakukan yang baik, bukan melakukan yang tidak baik. Itu pelajaran yang bisa diambil dari Project Based Learning memisahkan tepung terigu dengan air melalui filter,” imbuhnya.
Annaballe, siswi kelas 2 SD Charis National Academy menuturkan pengalamannya terkait praktek Project Based Learning.
Sama halnya seperti Jojo, Annabelle juga membuat proyek pemfilteran air menggunakan water filter, namun dengan instrumen yang berbeda.
Water filter yang digunakan Annabelle bahan-bahannya terbuat dari kapas, batu putih, arang pasir dan di atasnya dibubuhi batu kerikil.
“Menurut Annabelle sendiri proyek ini bermanfaat karena berguna untuk kehidupan sehari-hari seperti orang-orang di desa yang masih terpencil. Mereka bisa menggunakan alat water filter sederhana ini untuk membersihkan air. Jadi air kotor yang ada di desa-desa itu bisa bersih dengan menggunakan water filter,” ujarnya.
Kendra, perwakilan dari SDN Medokan Ayu Surabaya mengatakan dirinya pernah membuat Project Based Learning pemfilteran air menggunakan instrumen yang sama dengan yang digunakan oleh Annabelle.
“Aku juga pernah membuat Project Based Learning water filter bahan-bahannya itu sama seperti yang digunakan oleh Annabelle. Waktu melakukan filter satu kali itu sempat berpikir kok masih keruh airnya. Aku juga sempat putus asa karena airnya tidak bersih-bersih aja. Terus aku coba filter dan setelah 3 kali baru bisa jernih airnya,” kata Kendra.
Sebelumnya Kendra juga sempat berpikir dan merasa tidak masuk akal menjernihkan air dengan menggunakan bahan-bahan seperti pasir, arang dan lain-lain.
“Itu kan semuanya kotor bahan-bahannya, tapi pas aku coba dan ternyata berhasil membuat airnya menjadi jernih. Aku juga sempat bingung dan kaget, tapi setelah aku melakukan percobaan itu aku merasa kagum dengan bahan-bahan yang aku anggap kotor ternyata justru bisa memfilter dari air kotor menjadi air bersih,” katanya.
Kendra melanjutkan, Project Based Learning yang paling menarik adalah saat membuat sabun. Meskipun mudah, tapi ia dan teman-temannya sempat gagal.
Tapi kegagalan itu justru mendorong ia dan teman-temannya mencari apa kesalahan yang diperbuat, kemudian memperbaikinya.
“Pernah waktu itu gagal semua satu kelas, dan ternyata kita itu ada yang salah dalam campuran bahan-bahannya. Terus kami bareng-bareng nyari di Google dan YouTube, lalu kita buat lagi dan akhirnya berhasil,” ujar Kendra. (*/cr2)